
Kudus, Dupanews.id – Bakso Bayakis 57- terletak di depan rumah sakit islam (RSI) Sunan Kudus- beberapa meter dari jalan raya Kudus – Jepara.- kilometer tiga “ Dulu kecil lalu berkembang dan maju. Jadi maknanya 57 itu “maju”. Bisa maju karena mengutamakan mutu. Mutu itu terutama dari dagingnya. Kami selalu memakai daging paha sapi. Ditambah uratnya.” tutur Sugiyanto – atau lebih dikenal Pak Gik- empunya Basko Bayaki 57. saat ngobrol dengan Dupanews di warungnya belum lama ini.
Kenapa harus bagian paha, karena daging di bagian paha ini rendah lemaknya di banding organ lainnya. Dari sisi kesehatan pada umumnya konsumen tentu menghindari daging berlemak tinggi.
Selain itu daging sapi terpaksa didatangkan dari Kabupaten Pati, karena mutu ternak sapi di Kota Kretek belum sebagus (berkualitas) dibanding dengansapi dari Bumi Mina Tani. } Peternak sapi di Kudus “nggampangke” atau asal gemuk. Terutama menyangkut pakan, sehingga kualitas dagingnya kurang baiik” ujar Pak Gik.
Selain itu proses pembuatan bakso – dalam hal ini khusus menyangkut daging dan urat, menggunakan peralatan khusus yang hanya dimiliki pedagang langganannya di pasar Bitingan Kudus. “ Saya pernah mencoba memakai alat sendiri, tapi hasilnya kurang bagus- kurang berkualitas “ tambahnya.

Mematahkan dominasi Wonogiri
Bakso asal kata : berasal dari kata Bak-So, (Bahasa Hokkien) yang secara harfiah berarti ‘daging giling’. Sedang Bakso di Indonesia , selalu dikaitkan dengan Wonogori dan /Malang . Kedua daerah itu dikenal cukup luas sebagai pusat pedagang bakso, yang berjualan ke seluruh pelosok Nusantara. “ Terus terang saya juga belajar menjadi tukang bakso dari rekan rekan penjual bakso dari Wonogiri. Tapi jika ditanya banyak pelanggan , saya selalu mengatakn orang Kudus yang “mambu mambu” wong Jogya” ujarnya tentang “sejarah” otodidaknya sebagai penjual bakso/
Diawali pada sekitar tahun 2001, saat usaha awalnya berjualan makanan minuman yang dianggap tidak bisa berkembang. Selama dua tahun penuh jatuh bangun dalam mengawali berjualan bakso- tapi mulai menemukan kunci sukses- di daging sapi bagian paha beserta uratnya. “Rasanya memang beda banget- bila menggunakan bahan dari “non daging paha sapi”. Pelanggan makin banyak, Terutama dari Jepara” ujarnya.Hal ini dilatar-belakangi letak warungnya berada di depan seberang RSI Sunan Kudus. Warga Jepara yang hendak ke Kudus- utamanya yang berususan dengan rumah sakit tentu lebih dahulu melalui jalur depan RSI- lebih dekat. jika mau pulang kembali juga melalui jalur yang sama dan mampirlah mereka ke warung Pak Gik.
Baca Juga : Tiga Kuliner Khas Jepara yang Ramai Pas Ramadhan
Dengan menggunakan bahan baku daging paha sapi, konsekeunsinya harganya tentu lebih mahal dibanding dengan menggunakan daging non sapi.- yang banyak dijual bakso angkringan maupun yang di warung- warung. Tentunya dengan harga yang lebih murah. “ Hal itu bukan menjadi ganjalan, karena tingkat konsumen kami akhirnya berbeda. Dan ternyata kami terus berkembang. Sekarang rata rata bisa menghabiskan puluhan kilogram bakso . Produknya semakin beragam. Tempat usaha juga semakin “lebar”- bisa menampung puluhan pembeli/pelanggan. Punya karyawan, hingga menerima pesanan dari berbagai kalangan,” ujar Pak Gik penuh semangat
Penataan warung dan asesorisnya- simpel, tidak norak. Begitu juga saat melongok ke dapurnya rapi dan bersih. Apalagi setelah menjadi anggota Kadin Kudus yang diketuai Khoriroh, “ilmu” bapak dari tiga anak – M Jaya Akhlis, M Fadzilla Angga, M Bis,a Hasan dan pendamping setianya Mariyam, semakin bertambah. “Kami belum berniat untuk membuka cabang, Khawatir mutunya berkurang dan belum tentu selaris di sini. Sudah mapan dan sudah bisa untuk menghidupi segenap keluarga. “ tutur Pak Gik, sembari menyodorkan semangkuk bakso urat serta segelas teh hangat. Sedang di bangku lain dipenuhi pelanggan yang juga tengah menikmati aneka jenis bakso “made in” Bayakis 57.(Sup)