Wayang Klithik Sarana Dakwah Sunan Kudus ?

Kudus, Dupanews – Wayang Klithik (WK) menurut sejumlah mahasiswa dalam skripsinya menyatakan diciptakan Sunan Kudus, Dan dimanfaatkan sebagai media dahwah pada masa berkembangnya agama Islam sekitar abad 16-17 Masehi.
Namun menurut dalang WK, Sutikno (45) WK itu asli produksi Desa Wonosoco Kecamatan Undaan Kabupaten Kudus. Sedang penciptanya Pekik Trunojoyo, pada masa Kerajaan Mojopahit, “Saya setuju jika Sunan Kudus menjadikan WK sebagai alat dakwah. Sebab masing masing Wali Sanga memiliki cara tersendiri untuk menyiarkan agama Islam saat itu.” ujarnya saat berbicara panjang lebar dengan Dupanews, Rabu siang (24/2/2021) di rumahnya yang cukup sederhana Desa Wonosoco.
Dalang tunggal WK ini menambahkan, sejak bapaknya almarhum Sumarlan yang juga dalang WK, selalu menuturkan hubungan yang tidak terpisahkan antara WK dengan sendang yang ada di desa ini. “Setiap tahun sekali, atau bertepatan dengan hari Sabtu Kliwon, bulan tujuh (Juli), WK wajib dipentaskan di salah satu sendang tersebut. Itu sudah berjalan secara turun temurun. Sedang pembuat wayangnya juga ada warga Blora. Namun untuk lebih tepatnya, saya sangat setuju jika ada para pihak yang peduli terhadap WK” tutur Sutikno
WK merupakan salah satu kesenian unik khas Kudus, yang hanya terdapat di Desa Wonosoco Kecamatan Undaan Kabupaten Kudus.
Disebut WK bukan saja karena ukurannya kecil, tetapi dari bunyi ‘klithik- klithik’ yang terjadi saat masing-masing tokoh dalam wayang ini saling beradu. Bunyi benturan terdengar karena WK berbahan dasar kayu jati. Sedang bentuknya relatif lebih kecil dibanding wayang kulit purwa. WK tidak menggunakan cempurit (gagang/tiang penyangga), karena terbuat dari kayu pipih.
Sebaliknya wayang kulit pada umumnya terbuat dari kulit, tanduk kerbau, bamboo atau kayu jenis secang). Sedang WK samasekali tidak menggunakan kulit kerbau, diyakini erat kaitannya dengan dikeramatkannya sapi pemeluk agama Hindu saat itu. Masyarakat sangat menghargai ajaran-ajaran agama Hindu. Bentuk penghargaan- toleransi itu juga ditrapkan Sunan Kudus dalam setiap dakwahnya untuk menyebar luaskan agama Islam.
Unesco- warisan budaya
Pada tanggal 7 November 2003 seni wayang Indonesia dinobatkan sebagai warisan budaya lisan nonbendawi oleh Unesco. Melalui sebuah piagam bertuliskan “Wayang Puppet Theatre Indonesia a Masterpiece of the Oral and Intangible Heritage of Humanity”.
Wayang merupakan cagar budaya yang merupakan kekayaan budaya bangsa sebagai wujud pemikiran dan perilaku kehidupan manusia. Wayang penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
Hal itu perlu dilestarikan dan dikelola secara tepat melalui upaya perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan dalam rangka memajukan kebudayaan nasional untuk kemakmuran rakyat. Untuk melestarikan cagar budaya, negara bertanggung jawab dalam pengaturan perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan cagar budaya. Cerita pewayangan sarat dengan pesan kebajikan dalam hal pendidikan, dakwah, hiburan, kritik sosial, humanisme yang mengandung nilai sejarah. (sup)